Mujizat Selanjutnya dari Tuhan (Part 2)

Halo semua.... Saya lanjutkan lagi ya blognya....

Jadi saya diminta untuk masuk rawat pada tanggal 19 Juni 2017. Saya mendaftar sebagai pasien BPJS. Saya hari itu harus konsultasi ke dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Spesialis Anastesi. Saat saya masuk rawat, saya dilayani dengan sangat baik walaupun saya pakai BPJS. Saat awal masuk saya diperiksa denyut jantung bayi saya. Dan juga diperiksa urine atau air seni saya. Ternyata ditemukan protein dalam air seni saya. Tekanan darah saya juga 140-150/80-90 mmHg. Saat itu baru diketahui saya mengalami yang disebut preeklamsia. Keadaan preeklamsia cukup berbahaya karena jika tidak segera ditangani ibu dapat mengalami kejang dan janin juga bisa meninggal did alam kandungan. Saya segera diberikan tatalaksana sesuai untuk keadaan preeklamsia. Kemudian saya dipertemukan dengan dokter Spesialis Anastesi atau dokter bius. Beliau menjelaskan bahwa dengan kelainan jantung saya operasi yang sebenarnya biasa dilakukan menjadi berbahaya. Beliau menyarankan untuk melakukan bius total pada saya dan akan memasang selang infus di pembuluh darah besar di leher atau bahasa medisnya CVC (Central Venous Catheter). Saya juga akan dirawat di ICCU RS Jantung Harapan Kita. Dan, Beliau meminta saya untuk mengubah jadwal operasi di subuh karena untuk kasus saya diperlukan dokter bius tidak hanya satu orang saja. Diperlukan tim, sehingga disarankan untuk operasi di jam kerja. Awalnya saya masih berkeberatan. Namun, akhirnya saya menyetujui operasi dilakukan pada tanggal 21 Juni 2017 di jam kerja tetapi paling awal.

Saya ini anak tunggal dan saat ini jujur orang tua saya tidak dalam kondisi yang dapat menangani masalah yang besar. Jadilah saya meminta tolong pada teman baik yang sudah saya anggap saudara sendiri. Nama Beliau adalah Ibu Ani. Beliau teman satu katekumen saya. Saya sempat meminta bantuan teman gank saya, tetapi mereka sedang berhalangan dan saya juga tidak bisa memaksakan mereka. Sedangkan karena keluarga suami asli Jawa, suami meminta bantuan kepada sepupunya yang tinggal di Jakarta. Saya menyiapkan dua orang karena saya tahu bahwa saya akan masuk ICCU dan kemungkinan bayi saya akan masuk NICU. Dan, itu berada di dua gedung dan dua rumah sakit yang berbeda. Saya hanya meminta suami saya untuk fokus saja pada bayi. Untuk urusan saya akan diserahkan kepada Ibu Ani. Saya yakin saya bisa melewati ini. Ya...mungkin beberapa akan bilang saya terlalu tidak memperdulikan diri sendiri. Tetapi saya percaya Tuhan akan mengatur yang terbaik bagi saya dan keluarga saya. Dan saya juga yakin sekali jika memang Tuhan sudah berkehendak segalanya terjadi.

Pada hari saya akan diopersi saya jujur tidak bisa tidur nyenyak. Takut jelas. Namun, saya berusaha kuat. Mulai jam 5 pagi saya sudah dipersiapkan untuk operasi. Jam 06.30 saya sudah dibawa ke ruangan preoperasi. Deg-degan banget rasanya. Tapi saya berusaha mengalihkan perhatian dengan berdoa dan berfoto dengan suami. Jam 8 pagi saya dibawa ke dalam kamar operasi. Di situ saya lihat selain dokter kandungan saya ada dokter jantung dan kalau tidak salah hitung tiga orang dokter bius. Awalnya saya dipindahkan ke meja operasi. Kemudian salah satu dokter bius memasangkan CVC dengan bius lokal, sehingga saat pemasangan saya sadar penuh. Ini sudah kedua kalinya saya dipasangkan CVC, sehingga saya sudah tidak terlalu kaget dengan hal ini. Setelah selesai pemasangan saya mulai dibius umum. Saya tidak sadar apapun yang terjadi. Saya baru mulai sadar setelah saya di ICCU. Saat itu saya masih terpasang alat bantu napas. Jujur sangat tidak enak dan untuk semua yang sehat tolong syukuri kesehatan Anda. Saya sempet memberontak. Saya hanya ingin tahu bagaimana kondisi bayi saya. Tetapi karena terpasang alat semua orang tidak mengerti yang saya mau. Pada akirnya seorang perawat mengerti maksud saya. Beliau akan mencari tahu dulu. Kemudian alat bantu napas dikeluarkan dari mulut saya karena dinilai saya sudah dapat bernapas sendiri tanpa alat. Saya sempat muntah juga yang terakhir saya baru tahu ada Morfin diberikan. Saya memang tidak kuat dengan Morfin dan turunannya. Saya bisa mengalami pusing berputar dan muntah. Saat sadar sudah sore hari tanggal 21 Juni. Saya berusaha berpikir positif terus dan berusaha mengumpulkan energi. Saat jam besuk hampir berakhir barulah suami menjenguk.Wajah suami saat itu pucat, kelihatan habis menangis, namun sudah tenang. Saat itulah saya baru mengetahui kabar bayi kami.

Bayi kami lahir dengan berat 1.352 gram. Saat lahir bayi tidak menangis dan tidak ada denyut jantung. Istilah medisnya Apgar Score 1/3/3. Bayi dibawa ke NICU dan dipasang alat bantu napas. Sempat dijelaskan kepada suami bahwa kondisinya memerlukan alat bantu napas, obat untuk jantungnya dan kemungkinan transfusi darah. Suami juga segera mengurus BPJS bayi. Mengingat sebentar lagi Lebaran kami mengejar kepesertaan BPJS bayi kami. Sore hari saat membesuk bayi kami suami melihat kondisi bayi sudah lebih stabil. Memang masih dengan alat bantu napas, tetapi saya meyakini entah bagaimana bayi kami akan selamat dan sehat. Oh iya, selama saya dirawat sebelum operasi saya dan suami mencari nama bayi. Dadakan memang, tetapi pada akhirnya saya dan suami mendapatkan nama yang menurut kami terbaik dan di dalamnya terkandung doa kami untuk bayi kami. NATHANAEL ATHARIZ FAN. Artinya adalah anugerah Tuhan yang selalu beruntung dan selalu bahagia. Semoga doa di dalam nama itu terwujud dalam kehidupan bayi kami.

Hari kedua di ICCU saya sudah merasa jauh lebih baik. Namun, saya masih harus dipantau karena saat itu saya memakai Lasix, obat yang menyebabkan cairan saya dikuras lewat air seni. Kenpa harus memakai Lasix? Karena saat sesudah melahirkan, darah yang tadinya untuk dua orang sekarang hanya untuk satu orang. Untuk pasien yang sehat mungkin tidak masalah karena jantungnya mampu memompa cairan dan bisa dikeluarkan secara alami. Namun, untuk pasien dengan kelainan jantung seperti saya hal itu bisa sangat berbahaya. Saat itulah justru saat kritis pasien. Jadi, untuk mengurangi beban jantung dibantulah dengan obat supaya cairan segera keluar dari tubuh dan tidak memperberat kerja jantung. Dan saat jam besuk siang saya mendapat kabar menyenangkan dari suami bahwa bayi kami sudah tidak menggunakan alat bantu napas dan bisa bernapas sendiri. Transfusi pun tidak jadi karena hasil laboratorium baik. Memang masih di NICU, menggunakan infus, masih terpasang selang untuk makan (OGT/Oro-Gastric Tube). Namun, untuk saya dan suami itu adalah mujizat dan kami sangat bahagia. Saya pun diminta segera mengumpulkan ASI. ASI yang pertama kali keluar memang yang terbaik karena mangandung zat antibodi yang sangat penting untuk kekebalan tubuh bayi. Namanya Kolostrum. Malam hari saya dipindahkan dari ruang ICCU ke HCU/Intermediate Care. Di HCU memang masih dipantau tetapi tidak seperti ICCU dimana perawat satu orang per pasien. Di HCU satu perawat memegang 2-3 pasien.

Hari ke-3 saya baru bisa mengeluarkan ASI saya. Sangat sulit. Awalnya tidak bisa dengan pompa manual. Pada akhirnya saya perah dengan tangan. Hasilnya memang hanya 10 cc. Saya segera meminta suami saya membawanya ke NICU agar bisa diberikan kepada bayi kami. Setelahnya saya rutin memompa ASI. Memang hanya 20-30 cc. Tetapi saya sangat bahagia bisa memberikan ASI tersebut. Kami sudah memesankan kepada perawat dan dokter di NICU jika memang ASI tidak ada bayi kami boleh diberikan susu formula. Sebabnya adalah saya membaca di internet bahwa Lasix akan mengurangi produksi ASI. Untuk donor ASI saya agak berkeberatan karena saya tidak mengenal baik donor tersebut dan saya tidak akan memberikan sesuatu yang saya tidak yakini kepada bayi saya. Lebih baik dengan susu formula.

Lebaran hari pertama saya hampir pindah ke ruangan biasa. Tetapi albumin saya masih rendah sehingga saya diperlukan transfusi albumin. Alasan saya ingin segera pindah adalah karena suami saya sudah berapa hari tidur di kursi karena aturan di rumah sakit tidak boleh membawa kasur lipat dan hanya disediakan kursi. Kasihan juga. Suami juga pastinya lelah banget. Akhirnya Lebaran hari ke-2 saya sudah diperbolehkan pindah ke ruangan biasa. Awalnya saya sangat berkeras untuk bisa melihat bayi saya segera, tetapi dokter jaga dan perawat yang berjaga menasehati saya untuk tidak melakukan itu. Jelas sedih, tetapi setelah berapa lama saya berpikir saya sadar mereka benar. Jika saya memaksakan sekarang dan kondisi saya tidak baik saya akan membahayakan keluarga saya. Saya harus bertahan. Saya mau mengurus bayi saya dan melihatnya dewasa dan berkeluarga tentunya. Jadi saya juga harus menahan keinginan saya.

Hari ke-2 di ruang rawat saya dinyatakan boleh pulang ke rumah. Senng sekali rasanya. Saya meminta tolong kepada perawat agar saya bisa pulang jam 5 sore karena jam besuk NICU jam 5 sore. Mereka mengijinkan dan bahkan meminjamkan saya kursi roda supaya bisa ke NICU.

Saat saya sampai di NICU, suami menjelaskan tata cara sebelum masuk NICU. Saya jujur berpendapat NICU RSAB Harapan Kita sangat baik. Sebelum masuk NICU orang tua harus mencuci tangan dengan sabun yang disediakan. Lalu, mengenakan pakaian yang khusus. Dan, yang paling buat saya senang adalah TIDAK ADA YANG BOLEH MASUK KE NICU KECUALI ORANG TUA PASIEN. Wuahhhh kerennn. Itu sangat mengamankan bayi kami jelas. Dari penculikan maupun infeksi. KEREN BANGET. Salut bangetttt. Saat pertama melihat bayi kami sangat sedih. Sempat menangis karena saya merasa saya telah memberikan beban ini kepada bayi kami. Namun saya baru sadar dan saya sangat berterima kasih kepada bayi kami. Dia bisa memilih orang tua lain selain kami. Namun, bayi kami memilih kami sebagai orang tua. Dan, dia bersedia menanggung semua itu supaya bisa bersama kami. Saya tsekarang menyadari sesuatu. Memang benar bahwa anak harus berbakti dan berterima kasih pada orang tua karena mereka yang telah melahirkan dan membesarkannya. Namun, orang tua juga harus berterima kasih pada anak karena mereka masih memilih kita menjadi orang tua dan bertahan dengan kita sebagai anak kita. Mereka tidak bisa memilih orang tua mana yang menjadi orang tuanya. Namun, mereka tetap bertahan dengan orang tuanya. Saat itu saya tahu kebesaran Tuhan. Semua akan indah pada waktunya. Saya memang masih sangat takut bayi kami kenapa-kenapa. Namun, saya terus berpikir optimis dan yakin bayi kami akan segera sehat dan bisa pulang bersama kami.

Sekian dulu Part 2 ini. Untuk Part selanjutnya saya akan ceritakan perjalanan bayi kami sampai dia pulang ke rumah....


Selfie sama suami tercinta sebelum operasi di ruang preop... Lumayan menghilangkan ketegangan

Komentar